Novel Almond: Sebuah Review

0

Tidak ada yang istimewa dari novel yang dibaca oleh RM BTS ini. Tujuan bukunya sederhana, ingin menjelaskan bahwa ada satu kondisi otak yang disebut Alexithymia. Kondisi ini membuat tokoh utama; Yunjae, sulit untuk merasakan emosi seperti ketakutan atau kemarahan. Salah satu penyebab yang dijelaskan penulis dalam dalam novel ini adalah Amigdala yang rusak atau tidak normal. Amigdala ini letaknya jauh terbenam di antara belakang telinga hingga kepala dan bertanggung jawab untuk mendefinisikan dan mengendalikan emosi. Bentuknya seperti Almond, sehingga Yunjae setiap hari mengkonsumsi buah almond yang disiapkan ibunya; supaya “almond” dalam kepalanya bisa berkembang.

Novel ini juga menceritakan tentang Gon, anak yang tiba-tiba muncul di kehidupan Yunjae. Anak yang diceritakan pernah hilang dan ditemukan kembali, namun tidak sesuai harapan ayahnya. Gon menjadi anak yang nakal dan banyak masalah. Namun, persahabatan muncul antara Yunjae dan Gon, meskipun Gon pernah menghajar Yunjae hingga babak belur.

Latar belakang dan alur ceritanya seperti kebanyakan film korea yang gue tonton; anak sekolah di Korea Selatan yang tukang bully. Selebihnya, tidak ada yang istimewa. Atau, tidak ada yang melekat di kepala gue. Story-telling yang tidak begitu dalam dan alur yang bisa ditebak. Gue tidak bisa merasakan emosi apapun saat membaca novel ini. Tidak senang, tidak sedih, tidak terharu pun tidak marah. Yang gue rasakan hanya rasa ingin cepat menyelesaikan membacanya.

Ada bebepa kalimat yang gue highlight, “Ibu bilang bahwa semua yang dilakkukannya semata-mata hanyalah untukku, atau dengan kata lain ia menyebutnya dengan “cinta”. Tetapi, bagiku semua lebih dekat pada jerih payah untuk menutupi rasa luka di hatinya”. Gue setuju dengan kalimat Yunjae ini. Berapa banyak anak dan anak-anak yang ditipu dengan kata “cinta” dan “sayang” yang dikatakan orangtua ataupun keluarga mereka. Beberapa kata cinta dan sayang bermakna “jangan sampai melakukan kesalahan seperti yang pernah kami (orangtua) lakukan.” Beberapa ungkapan cinta dapat didefinisikan “kehidupan kalian harus lebih baik daripada kami”, kemudia mereka melarang ini itu. Bukankah hidup tentang trial and error? Sungguh paragaf yang gue tulis ini out of topic.

Novel ini juga menyinggung soal hidup yang biasa. Sementara “biasa” adalah kata yang rumit. “Setiap orangtua memiliki banyak harapan terhadap anak-anaknya. Kalau tidak bisa mencapai harapan itu, maka orangtua ingin anaknya hidup biasa”. Namun, adakah orang yang merasa puas dengan hidup biasa itu? Pertanyaan ini gue jawab dengan sotoy, yaitu ada 2 macam manusia yang puas dengan hidup yang biasa. Pertama, orang yang sudah memenangkan dunia dan yang kedua orang yang telah gagal dengan mimpinya. Maka hidup biasa adalah jalan ninja untuk tidak lagi memiliki hasrat meraih apa-apa.

Novel ini tidak jelek, hanya saja tidak sesuai dengan selera gue.

Leave A Reply

Your email address will not be published.